Senin, 22 Desember 2008

Maksimalkan Pendidikan Alternatif

Pendidikan sangat penting bagi penerus bangsa, karena tanpa pendidikan seseorang tidak akan bisa mendapatkan ilmu yang lebih. Pendidikan bisa kita capai di sekolah misalnya, dimulai dari TK , SD , SMP, SMA. Bahkan kalau suatu keluarga bisa menyekolahkan anaknya lebih tinggi, anak tersebut bisa menduduki S1. Tapi untuk mencapai pendidikan ini sangat susah yaitu butuh materi, minat belajar, dan kedisiplinan dalam diri pelajar.

Tetapi, sebagian besar dari anak usia sekolah di negara kita tidak mengecap pendidikan yang formal. Walaupun sudah banyak bantuan dari pemerintah, tapi semua itu belum juga bisa menjadikan anak-anak Indonesia 100% telah mengecap pendidikan secara formal.

Pendidikan yang banyak dirasakan oleh masyarakat Indonesia di sekolah. Karena sekolah adalah tumpuan pertama mencapai pendidikan yang formal. Tetapi ada juga masyarakat yang menganggap sekolah kurang aman dalam mencapai pendidikan. Oleh sebab itu, mereka mendatangkan guru ke rumah mereka untuk mengajarkan anak-anak mereka. Itulah yang disebut dengan Homeschooling. Tetapi Homeschooling ini tidak menjamin seorang anak menjadi lebih baik. Mungkin dalam belajar anak tersebut bisa menguasai pelajaran tetapi dalam pergaulan, apakah anak tersebut merasakan senang, bahagia, tenang, atau sebaliknya?

Pergaulan atau sosialisasi didalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun di luar sekolah ternyata berdampak pada perkembangan anak.

Salah satu masalah yang paling banyak dikhawatirkan orang tua kalau anaknya Homeschooling itu tidak gaul, tidak punya teman, terpenjara di rumah dan tidak mampu berorganisasi, setelah mereka besar nanti.

Menurut pendapat saya, kalau orang tua takut memilih Homeschooling bagi anak-anaknya, hanya karena alasan sosialisasi itu terlalu berlebihan. Kemampuan ini selalu bisa dibangun dan dikembangkan bahkan by desain. Kecerdasan interpersonal anak memang harus selalu kita kembangkan. Akan tetapi bukan asal-asalan, atau membiarkannya saja dengan asumsi “mereka bisa dan berkembang dengan sendiri”. Tidak!

Anak-anak Homeschooling biasanya juga punya komunitas terbatas. Setiap minggu atau setiap bulan mereka berkumpul “belajar bersama”. Dalam acara itu mereka bisa belajar secara khusus bagaimana bekerjasama, memimpin, berkomunikasi, bersikap sopan, santun dalam berbahasa.

Selain itu anak-anak juga bisa les atau ikut kursus-kursus keterampilan sesuai minat dan bakat mereka. Les musik misalnya atau les bahasa inggris. Disana mereka juga akan melihat berbagai karakter orang lain dan jangan lupa ajarkan mereka bagaimana menghadapinya.

Sosialisasi sangat berdampak pada perkembangan anak. Pengaruh yang paling terlihat adalah bahasa dan sikap. Saat anak-anak bergaul dengan teman-teman yang biasa berkata baik, bahasa mereka biasanya terbentuk menjadi baik, namun bersiaplah saat anak-anak bergaul dengan teman yang biasa berkata kotor dan kasar, mereka pun berpotensi untuk terbiasa berkata-kata yang sama. Karena itu memilihkan lingkungan sosial yang sehat adalah tugas berat bagi orang tua masa kini. Karakter dan bahasa negatif tersebar terlalu merata. Televisi, keluarga besar, tetangga, kampung, dan bahkan sekolah pun tidak menjamin bebas dari bahasa-bahasa negatif.

Sudah terlanjur masyarakat menganggap, bahwa pendidikan itu mesti dilakukan disebuah lembaga formal seperti halnya sekolah. Sementara itu, serangkaian persoalan klise berkaitan dengan sekolah, seperti gedung yang ambruk, kelas yang rusak, SPP yang mahal, DSP yang membengkak, gurunya kurang dan banyak persoalan lainnya. Sampai saat ini masih sulit untuk dituntaskan..

Mayoritas berujung pada persoalan dana, sementara disisi lain sektor pendidikan disinyalir merupakan tempat rawan penyelewengan dana.

Memang ironis dan menyedihkan. Jika pendidikan bertujuan untuk menghilangkan kualitas manusia, sehingga tercipta masyarakat yang positif, produktif, dan bertaqwa maka dunia pendidikan di negeri kita nampaknya jauh meninggalkan tujuan itu..

Imam Gazali dalam bukunya Ayyuhal Walad, menetapkan makna pendidikan (tarbiyah) itu, bagaikan seorang petani yang tengah mencabut duri dan membuang tanaman asing yang mengganggu diantara tumbuhan yang ia tanam, agar tanaman itu tumbuh dan berkembang dengan baik.

Kapitalisme secara berangsur-angsur memang telah berhasil membumbui hampir semua sisi kehidupan dengan tujuan-tujuan materil, tak terkecuali bidang pendidikan. Sementara itu, berbicara penyelesaian masalah pendidikan yang kompleks, kunci satu-satunya justru adalah kepedulian, dan itu jelas berseberangan dengan prinsip-prinsip kapitalisme.


Nama : Nasri Mega

NIM/ BP : 00095/08

Jurusan : Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia

Tidak ada komentar: